presiden dan para ajudan

presiden dan para ajudan
presiden dan ajudan (koleksi setpres-dedi anung)

Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean



Lahir di Jakarta pada tanggal 21 Februari 1939, 
putera dari dr. A.L. Tendean yang berasal dari Minahasa, dan ibu seorang berdarah Prancis bernama Cornel M. E. 

Pierre anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak dan adiknya semua wanita, sehingga dialah tumpuan harapan orang tuanya. Tamat SMA, orang tuanya menganjurkan agar Pierre masuk Fakultas Kedokteran. Akan tetapi, Pierre mempunyai pilihan sendiri dan masuk Akademi Militer Nasional. Dia bercita-cita menjadi seorang perwira ABRI. 

Setelah mengalami tugas, antara lain sebagai Danton Yon Zipur 2/Dam II dan mengikuti Pendidikan Intelijen tahun 1963, serta pernah menyusup ke Malaysia pada masa Dwikora sewaktu bertugas di DIPIAD, pada tahun 1965 dia diangkat sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution dengan pangkat Lettu.

Dalam jabatan sebagai Ajudan inilah Pierre Tendean gugur sebagai perisai terhadap usaha G 30 S/PKI untuk menculik/membunuh Jenderal TNI A.H. Nasution. 
Di saat gerombolan G 30 S/PKI masih dan berusaha menculik Pak Nas pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Pierre yang saat itu sedang tidur di paviliun rumah pak Nas, segera bangun, karena mendengar kegaduhan. Ketika ia keluar, dia ditangkap oleh gerombolan penculik, yaitu Pratu Idris dan Jahurup. Pierre menjelaskan bahwa dialah Ajudan Pak Nas, namun pihak gerombolan salah dengar bahwa dialah pak Nas. 

Akhirnya kedua tangannya diikat dan dibawa dengan truk ke Lubang Buaya. 

Di Lubang Buaya, Pierre bersama empat orang Jenderal yang masih hidup dimasukkan ke dalam rumah yang terletak dekat sumur tua. Setelah disiksa secara kejam oleh anggota-anggota G 30 S/PKI, berdasarkan giliran paling akhir, dia dibunuh dan dimasukkan ke dalam sumur tua bersama Pimpinan TNI AD lainnya.

No comments:

Post a Comment