salinan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1987
TENTANG
PROTOKOL
NOMOR 8 TAHUN 1987
TENTANG
PROTOKOL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Kedudukan Protokol dari Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi dan/atau Lembaga Tinggi Negara perlu diatur dengan Undang-undang;b. bahwa dalam usaha mencapai pengaturan protokol yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai sosial dan budaya bangsa, dipandang perlu untuk mengatur protokol secara menyeluruh;
c. bahwa sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, pengaturan protokol juga diperlukan bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat;
d. bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur protokol sebagaimana tersebut di atas dengan Undang-undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PROTOKOL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sehubungan dengan penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.
2. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara dan undangan lainnya dalam melaksanakan acara tertentu.
3. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah serta undangan lainnya.
4. Pejabat Negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainnya.
5. Pejabat Pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam organisasi pemerintahan.
6. Tokoh Masyarakat adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah.
Pasal 2
Undang-undang ini mengatur tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan yang diberlakukan hanya dalam acara kenegaraan atau acara resmi bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu.
BAB II
PENGHORMATAN
PENGHORMATAN
Pasal 3
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu mendapat penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukannya.
BAB III
TATA TEMPAT, TATA UPACARA, DAN TATA PENGHORMATAN
TATA TEMPAT, TATA UPACARA, DAN TATA PENGHORMATAN
Pasal 4
(1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat tempat sesuai dengan ketentuan tata tempat.
(2) Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diadakan di Ibukota Negara Republik Indonesia ditentukan dengan urutan sebagai berikut:
1) Presiden;
2) Wakil Presiden;
3) Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
4) Menteri Negara, Pejabat yang diberi kedudukan setingkat dengan Menteri Negara, Wakil Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala Staf Angkatan dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia;
5) Ketua Muda Mahkamah Agung, Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, termasuk Hakim Agung pada Mahkamah Agung;
6) Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pejabat Pemerintah tertentu.
(3) Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diadakan di luar Ibukota Negara Republik Indonesia diatur dengan berpedoman kepada urutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Tata tempat dalam acara resmi, baik yang diselenggarakan di Ibukota Negara Republik Indonesia maupun di luar Ibukota Negara Republik Indonesia, berpedoman kepada urutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan ketentuan:
a. apabila dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat yang menjadi tuan rumah mendampingi Presiden dan/atau Wakil Presiden.
b. apabila tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat yang menjadi tuan rumah mendampingi Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi kedudukannya.
(5) Tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ketentuan lebih lanjut mengenai urutan sebagaimana dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Acara kenegaraan dan acara resmi diselenggarakan dengan berpedoman kepada tata upacara.
(2) Tata upacara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
(1) Pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi dilaksanakan dengan berpedoman kepada tata penghormatan.
(2) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KETENTUAN LAIN
KETENTUAN LAIN
Pasal 7
Protokol dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Lembaga Tinggi Negara diatur oleh lembaga masing-masing dengan berpedoman kepada Undang-undang ini.
Pasal 8
Pengaturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu di daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 1987
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 1987
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1987 NOMOR 43
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1987
TENTANG
PROTOKOL
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1987
TENTANG
PROTOKOL
I. UMUM
Dari Ketetapan Majelis tersebut, pengaturannya sejauh ini baru terbatas pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Bekas Wakil Presiden Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara, sedangkan hal-hal yang menyangkut kedudukan dan segi-segi protokol belum diatur dengan Undang-undang. Oleh karenanya Undang-undang ini dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan Pasal 13 Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Nomor III/MPR/1978 tersebut, khususnya yang menyangkut protokol bagi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi Negara dan/atau Lembaga Tinggi Negara yang selanjutnya disebut Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Dengan demikian Undang-undang ini sekaligus memenuhi pengaturan protokol bagi Pimpinan/Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 dan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1978, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, begitu pula Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah sejauh yang berhubungan dengan protokol bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Undang-undang ini mengatur tentang baik penghormatan dan perlakuan terhadap seseorang dalam suatu acara yang meliputi tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan maupun pemberian penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukan dan martabat jabatannya. Tata penghormatan ini meliputi juga tata penghormatan terhadap bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, pataka, dan jenazah. Penghormatan dan perlakuan terhadap seseorang dalam keadaan tertentu meliputi juga pemberian perlindungan, ketertiban, dan keamanan dalam menjalankan tugas. Dengan demikian jangkauan daripada Undang-undang ini juga bersifat pengakuan tentang status dan kedudukan protokol seseorang sesuai dengan jabatannya dalam negara, pemerintahan, dan kedudukannya dalam masyarakat.
Selain hal tersebut, protokol juga tidak hanya diperlukan bagi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara saja. Dalam praktek selama ini Pejabat-pejabat Negara lain yang bukan Pimpinan atau Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam kenyataannya juga terkait dengan keprotokolan. Oleh karena itu pengaturan protokol dalam Undang-undang ini bersifat menyeluruh karena tidak hanya berlaku bagi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara tetapi juga meliputi protokol bagi Pejabat Negara lainnya, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu. Dari segi inilah Undang-undang ini disebut Undang-undang tentang Protokol, mengingat lingkup jangkauan isinya tidak terbatas pada pengaturan tentang kedudukan protokol, melainkan pengaturan yang sifatnya lebih mendalam dan lebih luas.
Sedangkan mengenai tindakan kepolisian terhadap Pejabat Negara diatur dalam Undang-undang tersendiri, antara lain Undang-undang Nomor 13 Tahun 1970 tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian terhadap Anggota-anggota/Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Dalam kerangka pengertian ini yang dimaksud dengan Pejabat Negara adalah sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yaitu Presiden dan Wakil Presiden; Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat; Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung; Anggota Dewan Pertimbangan Agung; Menteri; Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; Gubernur Kepala Daerah; Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya Kepala Daerah; dan Pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, serta sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, antara lain, Wakil Kepala Daerah.
Tanpa mengurangi penghargaan terhadap tokoh-tokoh masyarakat pada umumnya, dapat kita sebut di antara tokoh-tokoh masyarakat itu ialah Ketua Umum Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985.
Perlu dijelaskan bahwa ketentuan protokol bagi Kepala Perwakilan Negara Asing di Negara Republik Indonesia akan diperlakukan berdasarkan asas resiprositas sesuai dengan kebiasaan internasional.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah adanya kenyataan tentang eratnya keterkaitan antara protokol dan acara-acara yang bersangkutan, yaitu acara kenegaraan ataupun acara resmi.
Keprotokolan dalam acara kenegaraan atau acara resmi tersebut harus tetap memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia sendiri yang berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dikalangan internasional.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Dalam Undang-undang ini acara kenegaraan antara lain berupa Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dan acara resmi antara lain berupa peresmian proyek-proyek pembangunan.
Undang-undang ini juga tidak mengatur seluruh Tokoh Masyarakat melainkan hanya Tokoh Masyarakat tertentu.
Pengertian Tokoh Masyarakat tertentu dalam pasal ini meliputi Pemilik Tanda Kehormatan berupa Bintang tertentu, Ketua Umum Partai Politik dan Golongan Karya, Pemuka Agama dan lain-lain yang ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 3
Dalam pasal ini yang dimaksud dengan penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukannya adalah sikap dan perlakuan yang bersifat protokol yang harus diberikan kepada seseorang dalam acara kenegaraan atau acara resmi sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.
Dengan adanya sikap dan perlakuan yang bersifat protokol, maka diharapkan Pejabat Negara atau Pejabat Pemerintah dapat melaksanakan tugasnya secara lebih berhasilguna dan berdayaguna.
Ketentuan tersebut tidak boleh menimbulkan sikap mewah dan berkelebihan yang memberatkan beban Pemerintah.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tata tempat dalam ayat ini adalah aturan mengenai urutan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Ayat (2)
Tata tempat bagi pejabat lainnya yang tidak termasuk dalam ayat ini ditentukan berdasarkan senioritas jabatan atau pangkat.
Bagi Bekas Presiden dan Bekas Wakil Presiden pengaturan tata tempatnya didasarkan pada rasa kepatutan mengingat jabatan yang semula dipangkunya.
Apabila dalam acara kenegaraan atau acara resmi pejabat didampingi isteri/suami, maka tempat isteri/suami disesuaikan dengan tempat pejabat yang bersangkutan.
Namun begitu hal ini tetap perlu dilakukan dengan memperhatikan segi-segi yang berkaitan dengan pedoman umum ataupun kebiasaan yang berlaku di bidang pengaturan acara.
Dalam hal pejabat berhalangan hadir dalam acara-acara tersebut, penyesuaian tempat diperlukan bagi pejabat yang mewakilinya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tuan rumah dalam ayat ini adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Ayat (5)
Pengaturan tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu meliputi juga pengaturan tata tempat bagi isteri/suami atau yang mewakili Tokoh Masyarakat tersebut dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Tata upacara meliputi antara lain tata bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, pakaian upacara, untuk tercapainya keseragaman, kelancaran, ketertiban, dan kekhidmatan upacara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tata penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
Tata penghormatan meliputi antara lain tata cara memberi hormat dan penyediaan kelengkapan sarana yang diperlukan untuk tercapainya kelancaran upacara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Ketentuan pasal ini memberikan kewenangan kepada Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara untuk mengatur protokol acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan oleh lembaga masing-masing, dan dalam pelaksanaannya berkonsultasi dengan Pemerintah.
Pasal 8
Tokoh Masyarakat tertentu dalam pasal ini selain yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 2 termasuk juga Pemuka Adat.
Pasal 9
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3363
No comments:
Post a Comment