presiden dan para ajudan

presiden dan para ajudan
presiden dan ajudan (koleksi setpres-dedi anung)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62 TAHUN 1990
TENTANG
KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

                                              
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang:
bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1987 tentang Protokol, dipandang perlu mengatur tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan bagi
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi
dengan Peraturan Pemerintah.


Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3363).


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI
TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN.
                                                                          

                                                                     BAB I
                                                       KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Acara kenegaraan adalah acara yang bersifat kenegaraan yang diatur dan dilaksanakan secara terpusat,
dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara dan undangan lainnya dalam
melaksanakan acara tertentu.
2. Acara resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau
Lembaga Tinggi Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu, dan dihadiri oleh Pejabat Negara
dan/atau Pejabat Pemerintah serta undangan lainnya.
3. Pejabat Negara adalah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainnya.
4. Pejabat Pemerintah adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam organic pemerintahan.
1 / 19
5. Tokoh Masyarakat tertentu adalah seseorang yang karena kedudukan sosialnya menerima kehormatan
dari masyarakat dan/atau pemerintah.
6. Tata upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
7. Tata tempat adalah aturan mengenai urutan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh
Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.
8. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara Pejabat
Pemerintah, dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi.


Pasal 2
(1). Acara kenegaraan merupakan acara yang diselenggarakan oleh Negara.
(2). Acara kenegaraan dapat berupa upacara bendera dan bukan upacara bendera, dapat diselenggarakan di
Ibukota Negara Republik Indonesia atau di luar Ibukota Negara Republik Indonesia.


Pasal 3
(1). Acara kenegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai
oleh Menteri/ Sekretaris Negara.
(2). Acara kenegaraan dilaksanakan secara penuh berdasarkan peraturan tata tempat, tata upacara dan tata
penghormatan.


Pasal 4
(1). Acara resmi dapat diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Pemerintah Pusat
dan Instansi Pemerintah Daerah.
(2). Penyelenggaraan acara resmi dapat diadakan di Pusat atau di Daerah.
(3). Acara resmi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan.



                                                                           BAB II
                                                TOKOH MASYARAKAT TERTENTU


Pasal 5
(1). Tokoh Masyarakat tertentu terdiri dari:
a. Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Nasional;
b. Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah.
(2). Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Nasional meliputi:
a. Mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia.
b. Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan.
c. Ketua Umum Partai Politik dan Ketua Umum Golongan Karya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1985.
d. Pemilik Tanda Kehormatan Republik Indonesia berbentuk Bintang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal XII urut Nomor 1 sampai dengan 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perubahan
dan Tambahan ketentuan mengenai beberapa Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang
berbentuk Bintang dan tentang urutan derajat/tingkat jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia
yang berbentuk Bintang yaitu:
1) Bintang Republik Indonesia Adipura (1).
2) Bintang Republik Indonesia Adipradana (II).
3) Bintang Republik Indonesia Utama (III).
4) Bintang Republik Indonesia Pratama (IV).
5) Bintang Republik Indonesia Nararya (V).
e. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Presidium Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia,
Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua
Perwalian Umat Budha Indonesia.
f. Tokoh lain yang ditentukan oleh Pemerintah.
(3). Tokoh-tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah, meliputi:
a. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Politik dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golongan Karya.
b. Pemuka Agama dan Pemuka Adat setempat.
c. Tokoh lain yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.


                                                                                  BAB III
                                                                           TATA TEMPAT


Pasal 6
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan dan acara resmi
mendapat urutan tata tempat.


Pasal 7
Tata tempat bagi Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintah dalam acara kenegaraan baik yang diadakan di
Ibukota Negara atau di luar Ibukota Negara, urutannya ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol, yaitu:
a. Presiden;
b. Wakil Presiden;
c. Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
d. Menteri Negara, Pejabat yang diberi kedudukan setingkat dengan Menteri Negara, Wakil Ketua Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala Staf Angkatan dan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia;
e. Ketua Muda Mahkamah Agung, Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, termasuk Hakim Agung pada
Mahkamah Agung;
f. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pejabat Pemerintah tertentu.


Pasal 8
Tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2),
dalam acara kenegaraan atau acara resmi ditentukan sebagai berikut:
1. Mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, pada urutan tata tempat setelah Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b.
2. Perintis Kebangsaan/Kemerdekaan, pada urutan tata tempat setelah kelompok Ketua Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c.
3. Ketua Umum Partai Politik dan Golongan Karya, pada urutan tata tempat setelah kelompok Menteri
Negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d.
4. Pemilik Tanda Kehormatan Republik Indonesia berbentuk Bintang, pada urutan tata tempat setelah
kelompok Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e.
5. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ketua Presidium Konferensi Wali-wali Gereja Indonesia, Ketua
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat
Budha Indonesia pada urutan tata tempat setelah kelompok Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f.


Pasal 9
Tata tempat bagi Pejabat yang menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan acara resmi baik yang diadakan di Pusat
atau di Daerah ditentukan sebagai berikut:
a. Apabila acara resmi tersebut dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, Pejabat tersebut mendampingi
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
b. Apabila tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, pejabat tersebut mendampingi Pejabat Negara
dan/atau Pejabat Pemerintah yang tertinggi kedudukannya.


Pasal 10
(1). Isteri yang mendampingi suami sebagai Pejabat Negara atau Pejabat Pemerintah atau Tokoh Masyarakat
tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat
suami.
(2). Apabila isteri yang menjabat sebagai Pejabat Negara atau Pejabat Pemerintah, dalam acara kenegaraan
atau acara resmi, suami mendapat tempat sesuai dengan urutan tata tempat isteri.


Pasal 11
(1). Dalam hal Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah atau Tokoh Masyarakat tertentu berhalangan hadir pada
acara kenegaraan atau acara resmi, maka tempatnya tidak diisi oleh Pejabat yang mewakili.
(2). Pejabat yang mewakili sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan
kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatan yang dipangkunya.


Pasal 12
Dalam hal Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintah memangku jabatan lebih dari satu yang tidak sama
tingkatnya, maka baginya berlaku tata tempat yang urutannya lebih dahulu.


Pasal 13
(1). Tata tempat dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi dan
Tinggi Negara, diatur oleh Lembaga masing-masing dengan berpedoman kepada ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9.
(2). Tata tempat dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat diatur oleh
Instansi masing-masing dengan berpedoman kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
Pasal 8 dan Pasal 9.


Pasal 14
(1). Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah dalam acara resmi
yang diselenggarakan di daerah, mendapat tempat sesuai dengan ketentuan tata tempat.
(2). Tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I;
2. Panglima Daerah Militer/Komandan Komando Resort Militer, Komandan Tertinggi Kesatuan
Angkatan dan POLRI, Ketua Pengadilan Tinggi, Kepala Kejaksaan Tinggi;
3. Wakil Gubernur, Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Tingkat I;
4. Kepala Kantor Wilayah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Walikotamadya,
Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, Komandan Resort Militer/setingkat, Tokoh
Masyarakat tertentu Tingkat Daerah;
5. Pejabat Pemerintah Daerah lainnya setingkat Asisten.
(3). Dalam hal acara resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan dihadiri oleh Pejabat Negara
di Pusat, Pejabat Pemerintah Pusat dan Tokoh Masyarakat tertentu Tingkat Nasional tata tempatnya
disesuaikan dengan memperhatikan urutan tata tempat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7,
Pasal 8 dan Pasal 9.


                                                                             BAB IV
                                                                     TATA UPACARA


Pasal 15
(1). Upacara dalam acara kenegaraan dan acara resmi dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara
bendera.
(2). Untuk keseragaman, kelancaran, ketertiban dan kekhidmatan jalannya upacara dalam acara kenegaraan
dan acara resmi, diselenggarakan berdasarkan tata upacara yang antara lain meliputi pedoman umum
tata upacara dan pelaksanaan upacara.


Pasal 16
(1). Untuk melaksanakan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau acara resmi diperlukan:
a. Kelengkapan upacara;
b. Perlengkapan upacara;
c. Urutan acara dalam upacara.
(2). Khusus untuk upacara bendera dalam acara kenegaraan dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, urutan acara ditentukan sebagai berikut:
a. Pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih diiringi dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya;
b. Mengheningkan cipta;
c. Detik-detik Proklamasi diiringi dengan tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dan lain-lain
satu menit.
d. Pembacaan Teks Proklamasi;
e. Pembacaan doa.
(3). Upacara penurunan Bendera Pusaka Merah Putih dalam acara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dilakukan pada waktu terbenamnya matahari dengan diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.


Pasal 17
Upacara penurunan bendera dalam acara resmi lainnya dilaksanakan berpedoman ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3).


Pasal 18
(1). Pelaksanaan upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang diselenggarakan tidak dengan
upacara bendera disesuaikan dengan ketentuan Pasal 16.
(2). Urutan acara dalam acara kenegaraan berupa kunjungan kenegaraan Kepala Negara atau Kepala
Pemerintahan asing, dikelompokkan dalam:
a. Acara penyambutan kedatangan tamu negara;
b. Acara pokok kunjungan;
c. Pelepasan tamu negara.
(3). Urutan acara dalam acara resmi lainnya terdiri dari:
a. Pembukaan/Sambutan;
b. Acara pokok;
c. Penutup.


Pasal 19
Pelaksanaan upacara bendera dalam acara kenegaraan atau resmi meliputi pula tata bendera kebangsaan, lagu
kebangsaan dan pakaian upacara.


Pasal 20
(1). Tata bendera dalam upacara bendera:
a. Bendera dikibarkan sampai saat matahari terbenam;
b. Tiang bendera didirikan di atas tanah di halaman depan gedung;
c. Penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan bendera;
(2). Dalam acara kenegaraan atau acara resmi bukan upacara bendera, Bendera Kebangsaan Merah Putih
dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.


Pasal 21
Tata Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dalam upacara kenegaraan atau upacara resmi:
a. Apabila diperdengarkan dengan musik, maka Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dibunyikan lengkap satu
kali;
b. Apabila dinyanyikan, maka dinyanyikan lengkap satu bait, yaitu bait pertama dengan dua kali ulangan;
c. Padi saat Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan, seluruh peserta upacara mengambil sikap
sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat;
d. Pada waktu mengiringi pengibaran/penurunan bendera tidak dibenarkan dengan menggunakan musik
dari tape recorder atau piringan;
e. Jika tidak ada korp musik/genderang dan atau sangkala, maka pengibaran/penurunan Bendera diiringi
dengan nyanyian bersama Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.


Pasal 22
(1). Pemakaian pakaian upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut jenis acara
tersebut.
(2). Dalam acara kenegaraan digunakan Pakaian Sipil Lengkap, Pakaian Dinas Upacara Kebesaran atau
pakaian nasional yang berlaku sesuai dengan jabatannya atau kedudukannya dalam masyarakat.
(3). Dalam acara resmi digunakan Pakaian Sipil Harian atau seragam KORPRI atau seragam resmi lainnya
yang telah ditentukan.


Pasal 23
(1). Tata upacara dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
atau Lembaga Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah dilaksanakan dengan berpedoman
kepada ketentuan Bab IV Peraturan Pemerintah ini.
(2). Tata upacara di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur tersendiri oleh Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan berpedoman kepada ketentuan Bab IV Peraturan
Pemerintah ini.


                                                                               BAB V
                                                             TATA PENGHORMATAN


Pasal 24
(1). Dalam acara kenegaraan atau acara resmi, Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat
tertentu mendapat penghormatan sesuai dengan kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau dalam
7 / 19
www.hukumonline.com
masyarakat.
(2). Penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selain berupa pemberian tata tempat, juga berupa
penghormatan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan dan penghormatan jenazah apabila meninggal
dunia serta pemberian bantuan sarana yang diperlukan untuk melaksanakan acara.


Pasal 25
(1). Pemberian penghormatan menggunakan Bendera Kebangsaan Merah Putih dan Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya dalam acara kenegaraan atau dalam acara resmi dilaksanakan sesuai dengan
kedudukan pejabat yang bersangkutan dan sesuai dengan ketentuan penggunaan Bendera Kebangsaan
Merah Putih dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang berlaku.
(2). Selain penghormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu meninggal dunia, penghormatan diberikan dalam bentuk
pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih sebagai tanda berkabung selama waktu
tertentu.
(3). Pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih ditetapkan sebagai berikut:
a. Selama tujuh hari bagi Presiden dan Wakil Presiden;
b. Selama lima hari bagi Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
c. Selama tiga hari bagi Menteri Negara, Pejabat yang diberi kedudukan setingkat dengan Menteri
Negara, Wakil Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima ABRI, Kepala Staf Angkatan dan
Kepala Kepolisian RI.
(4). Dalam hal mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden meninggal dunia berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) huruf a.
(5). Hari-hari selama pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih tersebut dinyatakan
sebagai hari berkabung nasional dan dikibarkan di seluruh pelosok tanah air.


Pasal 26
Dalam hal Pejabat Negara lainnya, Ketua/Kepala/Direktur Jenderal dari Lembaga Pemerintah Non Departemen,
atau Tokoh Masyarakat tertentu lainnya meninggal dunia, Bendera Kebangsaan Merah Putih dikibarkan
setengah tiang sebagai tanda berkabung di lingkungan instansi masing-masing selama dua hari.


Pasal 27
Dalam hal jenazah Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini meninggal dunia di luar negeri, pengibaran setengah tiang Bendera
Kebangsaan Merah Putih dilaksanakan sejak tanggal kedatangan jenazah tersebut di Indonesia.


Pasal 28
Pelaksanaan pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih dilakukan sesuai dengan ketentuan
dan tata cara yang berlaku.


Pasal 29
Apabila pengibaran setengah tiang Bendera Kebangsaan Merah Putih tersebut berlangsung bersamaan dengan
penyelenggaraan peringatan hari nasional, maka Bendera Kebangsaan Merah Putih dikibarkan secara penuh.


Pasal 30
Penghormatan berupa pengantaran atau penyambutan jenazah, persemayaman dan pemakaman jenazah bagi
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku baginya.


Pasal 31
Penghormatan berupa bantuan sarana, pemberian perlindungan ketertiban dan keamanan yang diperlukan
dalam melaksanakan acara/tugas diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baginya dengan tidak
menimbulkan sifat berlebihan.


Pasal 32
(1). Pelaksanaan tata penghormatan dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
berpedoman ketentuan Bab V Peraturan Pemerintah ini.
(2). Tata penghormatan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diatur lebih lanjut oleh
Panglima Angkatan Bersenjata dengan berpedoman kepada ketentuan Bab V Peraturan Pemerintah ini.


                                                                       BAB VI
                                                          KETENTUAN LAIN


Pasal 33
Tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh Perwakilan
Republik Indonesia berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 34
(1). Pelaksanaan pengaturan tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan dalam acara kenegaraan atau
acara resmi yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara diatur oleh masing-masing
Lembaga tersebut dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah ini.
(2). Pelaksanaan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan di lingkungan Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia diatur lebih lanjut oleh Panglima Angkatan Bersenjata dengan berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah ini.
(3). Ketentuan pelaksanaan acara kenegaraan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur
lebih lanjut oleh Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Panitia Negara dengan memperhatikan serta
kebiasaan yang berlaku di kalangan internasional, dan pelaksanaan ketentuan acara resmi yang
diselenggarakan oleh Departemen/Instansi/Lembaga diatur oleh Menteri atau Pimpinan
Lembaga/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.


                                                                        BAB VII
                                                        KETENTUAN PENUTUP


Pasal 35
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta


Pada Tanggal 26 Desember 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA



Ttd.
SOEHARTO


Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal 26 Desember 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Ttd.
MOERDIONO










                                                                       PENJELASAN
                                           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                              NOMOR 62 TAHUN 1990
                                                                          TENTANG
KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN


                                                                          I. UMUM

Ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol
menentukan tata tempat dan urutan bagi Tokoh Masyarakat tertentu, tata upacara dan tata penghormatan
bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Tokoh Masyarakat tertentu di Pusat dan di Daerah dalam acara
kenegaraan atau acara resmi, perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Meskipun terdapat empat pasal
dari Undang-undang tersebut di atas yang memerlukan pengaturannya lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah, namun karena adanya keterkaitan yang erat antara materi yang satu dengan lainnya, maka
pengaturannya dirangkum dalam satu Peraturan Pemerintah.

Tokoh Masyarakat tertentu dalam Peraturan Pemerintah dirinci dalam Tokoh Masyarakat tertentu Tingkat
Nasional dan Tokoh Masyarakat tertentu Tingkat Daerah sejalan dengan adanya Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintah di Tingkat Pusat dan Daerah serta adanya acara kenegaraan atau acara resmi yang
diselenggarakan di Ibukota Negara atau di luar Ibukota Negara. Berdasarkan Undang-undang tentang
Protokol tersebut di atas diatur lebih lanjut mengenai tata tempat dan urutan bagi Tokoh Masyarakat
tertentu terutama Tokoh Masyarakat tertentu Tingkat Nasional dalam acara kenegaraan atau acara resmi
dengan memperhatikan tata tempat bagi.

Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintah, sehingga terdapat keserasian dalam pengaturannya. Mengenai
tata tempat bagi Tokoh Masyarakat tertentu tingkat Daerah disesuaikan dengan berpedoman kepada
pengaturan di atas. Dalam Peraturan Pemerintah ini, selain tata tempat, juga diatur lebih lanjut mengenai
tata upacara dalam acara kenegaraan atau acara resmi untuk keseragaman, kelancaran, ketertiban dan
kekhidmatan jalannya upacara, antara lain meliputi susunan dan urutan upacara, penyelenggaraan
upacara, kelengkapan dan perlengkapan upacara, perlakuan terhadap Bendera Kebangsaan, Lagu
Kebangsaan, pakaian upacara, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang telah ada.
Untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat
tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi, dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut
mengenai tata penghormatan, yang meliputi antara lain tata penyediaan kelengkapan sarana yang
diperlukan untuk tercapainya kelancaran upacara, dengan memperhatikan peraturan perundangundangan
atau peraturan lain yang telah ditetapkan. Pengaturan tata tempat, tata upacara dan tata
penghormatan di Daerah, diselenggarakan sesuai dengan keadaan di daerah masing-masing dengan
berpedoman kepada Peraturan Pemerintah ini.

Tata tempat pada hakekatnya mengandung unsur-unsur siapa yang berhak lebih didahulukan, siapa yang
mendapat hak menerima prioritas dalam urutan tempat.

Orang yang mendapatkan tempat untuk didahulukan adalah seseorang karena jabatan, pangkat dan
derajatnya di dalam pemerintahan atau masyarakat. Pengaturan tata tempat dalam Peraturan Pemerintah
ini diatur urutan tata tempat berdasarkan kelompok. Aturan dasar tata tempat pada umumnya adalah
sebagai berikut:
1. Orang yang berhak mendapat tata urutan yang pertama adalah mereka yang mempunyai urutan
paling depan atau paling mendahului.
2. Jika mereka belajar, maka yang berada di sebelah kanan dari orang yang mendapat urutan tata
tempat paling utama dan yang paling tinggi/mendahului orang yang duduk disebelah kirinya.

Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya:
1. Jika menghadap meja, maka tempat utama adalah yang menghadap kepintu keluar dan tempat
terakhir adalah tempat yang paling dekat dengan pintu keluar.
2. Jika berjajar pada garis yang sama, maka tempat yang paling utama adalah tempat sebelah kanan
luar, tempat paling tengah.
3. Apabila naik kendaraan, bagi seseorang yang mendapat tata urutan paling utama maka di kapal
terbang naik paling akhir, turun paling dahulu, di kapal laut naik dan turun paling dahulu; di mobil
atau kereta api, naik dan turun paling dahulu duduk paling kanan, dan orang ketiga duduk di
tengah, letak kendaraan/mobil, pintu kanan mobil berada di arah pintu keluar gedung.
4. Pada kedatangan dan pulang orang yang paling dihormati selalu datang paling akhir dan pulang
paling dahulu.
5. Jajar kehormatan orang yang paling dihormati harus datang dari arah sebelah kanan dari pejabat
yang menyambut.
Bila orang yang paling dihormati yang menyambut tamu, maka tamu akan datang dari arah sebelah
kirinya. Contoh-contoh tersebut di atas merupakan kebiasaan-kebiasaan yang sampai sekarang berlaku
dalam praktek, dan masih akan berkembang sesuai kebutuhan dan kondisi yang dihadapi. Karena itulah
maka peraturan mengenai protokol tidak mungkin diatur keseluruhannya secara terperinci dan secara
tertulis, namun harus disesuaikan terus dengan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dan
memperhatikan pula norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam memperhatikan
hubungan internasional.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
cara kenegaraan pada dasarnya juga merupakan acara resmi. Tetapi karena sifatnya kenegaraan, acara
ini hanya diselenggarakan oleh Negara. Hal ini yang membedakan dengan acara resmi lainnya yang
diselenggarakan oleh Departemen/instansi baik di pusat ataupun di daerah.
Ayat (2)
Acara kenegaraan tidak harus selalu berupa upacara bendera, melainkan ada kalanya diselenggarakan
tidak berupa upacara bendera, misalnya jamuan kenegaraan menghormati Kunjungan Kepala Negara
atau Kepala Pemerintahan Asing.

Pasal 3
Ayat (1)
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Panitia Negara dibantu
oleh Kepala Protokol Negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan diselenggarakan secara penuh dalam ayat ini bahwa dalam acara kenegaraan,
tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan harus dilaksanakan dengan mengikuti aturan-aturan
yang telah ditetapkan dalam acara, misalnya urutan tempat Menteri sesuai dengan urutannya, demikian
pula urutan tempat duta besar, kehadiran pejabat yang diundang tidak boleh diwakili dan sebagainya.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Acara resmi yang diselenggarakan oleh Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Pemerintah Pusat
pada prinsipnya tidak hanya dapat dilaksanakan di pusat, tetapi juga dapat diselenggarakan di daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Urutan tata tempat dalam ayat ini disusun berdasarkan pengelompokan, dan teknis pelaksanaan urutan tata
tempat dalam acara kenegaraan atau acara resmi disesuaikan menurut tempat upacara.
Urutan tempat Menteri diatur menurut urutan Menteri yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden tentang
Pembentukan Kabinet. Dalam hubungan yang berkenaan dengan Perwakilan Asing, Menteri Luar Negeri RI
diberi tata urutan mendahului Kabinet lainnya.
Urutan tata tempat antar Pegawai Negeri diatur menurut senioritas dengan memberikan tata urutan sesuai
jabatan. Mantan Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah mendapat tempat setingkat lebih rendah dari pada yang
masih berdinas aktif, tetapi mendapat tempat pertama dalam golongan yang setingkat lebih rendah itu.
Isteri Pejabat Negara dan Pejabat Asing mendapat tempat setingkat suaminya. Para Duta Besar/Kepala
Perwakilan Negara Asing mendapat tempat kehormatan yang utama diantara Pejabat Negara. Tata urutan para
Duta Besar, Kepala Perwakilan Negara Asing, ditetapkan berdasarkan tanggal penyerahan surat-surat
kepercayaannya kepada Presiden. Para Duta Besar R.I. diberi tata urutan setingkat Menteri, tetapi diatur setelah
Menteri-menteri Negara dan Wakil-wakil Ketua Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara. Pengaturan tempat antara

Pejabat-pejabat R.I. bersama-sama dengan para Pejabat perwakilan Negara Asing adalah sebagai berikut:
− Apabila yang menjadi tuan rumah pihak Pemerintah asing maka Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah R.I.
mendapat tempat satu tingkat lebih tinggi daripada Pejabat-pejabat Perwakilan Negara Asing dan tamu
asing lainnya yang setingkat atau dianggap sederajat. Menteri Luar Negeri R.I. mengalahkan urutan
tempat para Duta Besar, baik Indonesia maupun asing.
− Apabila yang menjadi tuan rumah pihak Pemerintah R.I. maka Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah R.I.
diberi tempat satu tingkat lebih rendah daripada Pejabat Perwakilan Negara Asing dan tamu asing lainnya
yang setingkat atau dianggap sederajat.
− Pengaturan tempat dalam hal acara kenegaraan/acara resmi di atas dilaksanakan secara berselang, yaitu
dalam hal tuan rumah Pemerintah R.I. maka penempatan dimulai dengan pejabat asing dan dalam hal
Pemerintah Asing yang menjadi tuan rumah, maka dimulai dengan penempatan pejabat Indonesia.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Acara resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat misalnya Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen dan diadakan di Daerah dan dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden maka yang
mendampingi sebagai tuan rumah adalah Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Tetapi
kalau acara resmi tersebut diselenggarakan oleh Daerah itu sendiri dan dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden maka yang mendampingi sebagai tuan rumah adalah Gubernur atau Bupati yang bersangkutan.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada dasarnya kehadiran pada acara kenegaraan tidak dapat diwakilkan. Apabila undangan diwakilkan
maka yang mewakili mendapat tata tempat sesuai dengan jabatan yang mewakili.
Oleh karena itu yang bersangkutan tidak dapat menduduki tata tempat yang telah disediakan untuk
pejabat yang diundang resmi.

Pasal 12
Dalam hal Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah memangku jabatan lebih dari satu yang tidak sama tingginya,
maka baginya berlaku tata tempat yang urutannya lebih dahulu.
Hal ini juga berlaku bagi Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah yang sekaligus menjabat Tokoh Masyarakat
tertentu, baginya mendapat tata tempat yang urutannya lebih dahulu. Pemangkuan jabatan seperti di atas
misalnya Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat merangkap sebagai Ketua Partai Politik/Golongan Karya yang
dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan sebagai Tokoh Masyarakat tertentu.

Pasal 13
Ayat (1)
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara pada waktu-waktu tertentu lainnya seperti Sidang Umum MPR,
Rapat Paripurna Terbuka DPR-RI dengan Amanat Presiden sebagai Pengantar Nota Keuangan dan
RAPBN. Dalam hal demikian maka Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara tersebut dapat mengatur
pengaturan tata tempatnya sendiri tetapi tetap dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, dan
Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (2)
Demikian pula Instansi Pemerintah Tingkat Pusat mungkin mengadakan suatu acara resmi. Dalam hal
demikian maka Instansi yang bersangkutan mengatur tata tempatnya dengan berpedoman kepada Pasal
7, Pasal 8, dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian sebagai pedoman umum perlu
diperhatikan bahwa yang mendapat tempat langsung lebih tinggi dari tuan rumah adalah:
a. Mereka yang dalam aturan tata tempat mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada tuan rumah.
b. Mereka yang menjadi kepala tertinggi (atasan) dari tuan rumah.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sebagai pedoman umum pada acara resmi dimana Kepala Daerah bertindak sebagai tuan rumah perlu
diperhatikan bahwa tempat utama ditempati oleh Ketua Muspida/Kepala Daerah. Bila pada acara tersebut
dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden atau Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah tingkat pusat atau pejabat
daerah lainnya yang lebih tinggi kedudukannya, tata tempatnya disesuaikan dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Untuk pelaksanaan suatu upacara dengan tertib, khidmat dan lancar, baik upacara kenegaraan atau
acara resmi diperhatikan adanya pedoman tata upacara yang memuat perencanaan dan pelaksanaan
upacara, untuk dapat menjawab apa, siapa yang harus berbuat apa, dimana (tempat), bilamana (waktu),
dan bagaimana tata caranya karena itu perlu disusun pedoman umum upacara dan pelaksanaan upacara.
Pedoman umum upacara meliputi kelengkapan upacara dan perlengkapan upacara, langkah-langkah
persiapan, petunjuk pelaksanaan upacara dan susunan acara. Kelengkapan upacara antara lain:
inspektur upacara, komandan upacara, penanggung jawab upacara, peserta upacara, pembawa naskah,
pembaca naskah, pembawa acara.
Perlengkapan upacara antara lain: tiang bendera dengan tali, Bendera, mimbar upacara, naskah yang
akan dibacakan, pengeras suara dan sebagainya.
Langkah-langkah persiapan antara lain: menyusun acara, tata ruang, pengaturan tempat, membuat
petunjuk pelaksanaan upacara dan menetapkan jenis atau macam pakaian yang harus dipakai. Dalam
petunjuk pelaksanaan acara harus tercermin siapa harus berbuat apa dan kapan ia harus berbuat.
Kolom-kolom yang perlu terdapat dalam petunjuk pelaksanaan upacara adalah: nomor, jam, acara, uraian
pembawa acara, kegiatan, keterangan pelaksanaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Pada acara kenegaraan dan acara resmi bukan acara bendera diperlukan pula persiapan mengenai
kelengkapan dan perlengkapan upacara serta urutan acara.
Kelengkapan upacara meliputi: pembawa acara, peserta upacara dan penanggung jawabnya. Sedangkan
perlengkapan upacara meliputi tempat upacara dan perlengkapan fisik lainnya.
Ayat (2)
Acara penyambutan meliputi persiapan sampai dengan pelaksanaan kedatangan tamu termasuk
memperkenalkan para pejabat tinggi. Acara pokok kunjungan dapat berupa, misal kunjungan kehormatan,
ziarah ke makam pahlawan, pembicaraan resmi, jamuan makan, penyampaian komunike/konferensi pers,
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan waktu, sifat atau jenis kunjungannya. Acara penyambutan
tersebut selain dimaksudkan untuk menyatakan rasa hormat, juga untuk memberikan kesan yang
mendalam akan martabat dan kebesaran negara dan bangsa Indonesia.
Ayat (3)
Acara pokok misalnya dapat berupa peresmian dan penandatanganan prasasti.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat ( 1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.